Selasa, 09 Juli 2013

4. Shalat dengan tak berwudlu

S O A L :
Jika akan shalat pada waqtu sakit, hingga tidak bisa bersuci, yaitu, tidak ada yang menolong bersuci, bagaimana akan berbakti kepada Allah ?

J A W A B :
Orang bersuci karena hendak sembahyang itu ada dua macam.
Pertama : bersuci dari hadats besar (mandi janabat), atau bersuci dari hadats kecil (wudlu').
Kedua : bersuci dari najis-najis yang ada dibadan, dipa­kaian atau ditempat shalat.
Buat bersuci dari hadats besar atau kecil itu perlu kepada air. Kalau tidak ada air atau tidak bisa mengambil air atau tidak ada yang menyediakan air, maka cukuplah dengan bertayammum saja dengan debu tanah yang bersih, karena firman Allah :


 
Artinya : Dan jika karnu sakit, atau di dalam pelayaran, utau kamu lepas buang air, atau kamu bersetubuh dengan perempuan lantas kumu tak daput air, maka hendaklah kamu bertayammurn dengan debu yang bersih, yaitu sapu muka dan tangan kamu dari (debu) itu. Allah tidak suka membikin keberatan atas kamu.
(Q. Al-Maidah, 6)

Maqsudnya :
Orang yang sakit tak boleh kena air dan orang di dalam pelayaran itu, boleh tayammum, walaupun ada  air ; dan orang lepas buang air dan orang sudah bersetubuh dengan perempuan itu, kalau tidak dapat air, boleh tayammum dengan debu yang bersih, yaitu tepuk sekali akan dua tapak dibumi atau disesuatu tempat yang ada debu lalu disapukan dimuka dan didua tapak tangan dan belakangnya hingga pergelangan.
 
Allah perintah kamu berbuat begitu tidak lain, melainkan karena hendak memberi keringanan bagi kamu.
Maka orang sakit yang tak dapat bersuci itu, patut bersedia tanah untuk tayammum.

Adapun najis dibadan, dipakaian, atau ditempat shalat itu perlu dibersihkan sedapat-dapatnya, dengan air, dengan tanah, dengan kertas atau sebagainya.

Orang yang sakit itu, sekiranya tak dapat berwudlu', tak dapat bertayammum, tak dapat menghilangkan najis sebagaimana mestinya, maka kewajiban ia mesti shalat itu tidak bisa hilang daripadanya, bahkan wajib ia kerjakan seberapa bisa dan sedapat-dapatnya, karena sabda Rasul :


 
Artinya : Apabila aku perintah kamu mengerjakan sesuatu, maka hendaklah kamu kerjakan dia seberapa yang bisa.
(H.S.R. Bukharie dan Muslim),

dan firman Allah :


 
Artinya : Berbaktilah kepada Allah seberapa kamu dapat.
(Q. At-Taghabun, 16),

dan firman Allah :
 

 
Artinya : Allah tidak memberatkun seseorang, melainkan, sekedar ia bisa pikul.   
(Q. Al-Baqarah 286)


A.H.

3. Tokok Dan Bedug

S O A L :    
Tokok, beduk dan tabuh yang dipakai dilanggar-lang­gar (surau-surau) untuk penghimpunan orang berjama'ah, kemudian dipanggil lagi dengan adzan itu, apakah hukumnya ?

J A W A B :     
Tokok, beduk dan tabuh mengumpulkan orang untuk berjama'ah itu, sudah tentu tidak ada dikerjakan oleh Nabi atau Shahabat-shahabatnya malah Shahabat-shahabat telah memajukan beberapa macam cara panggilan buat mengumpulkan orang-orang untuk berjama'ah, tetapi sekalian itu ditolak oleh Nabi.

Oleh sebab Nabi telah menolak sekalian macam cara panggilan, kecuali adzan, maka sewajibnya kita juga tolak sekalian macam panggilan, selain dari adzan. Bacalah riwayat ini :


Artinya : Orang-orang Islam di waktu sampaui di Madinah, selalu berkumpul menunggu-nunggu shalat, tetapi tidak ada siapapun yang menyeru kepada shalat. Lantaran itu pada satu hari, mereka beromong-omong darihal itu ; ada yang bilang : gunakanlah nuqus (tokok) seperti naqus qaum Nasranie dan ada pula yang berkata : gunakanlah trompet seperti trompet qaum Yahudi. Maka 'Umar berkata : Tidakkah baik kamu suruh se­orang panggil (saja) buat shalat ? Maka sabda Rasulullah : „Ya, Bilal ! Bangun dan panggil (orang-orang) buat shalat"
(H.S.R. Bukharie dan Muslim)

Ada satu riwayat lagi :


 
Artinya : Telah berkata 'Abdullah bin Zaid : Tatkala Rasulullah s.a.w. telah mengambil keputusan hendak memukul n a q u s sedang Rusulullah tidak suka lantaran menyerupai Nasara, - saya tidur dapat mimpi datang seorang yang memakai dua baju hijau, dan ditangannya ia bawa n a q u s ; maka saya bertanya kepadanya : Ya, 'Abdullah ! Apakah Engkau mau jual naqus itu ? orang itu jawab : Engkau mau gunakan diu buat apa ? Saya jawab : Untuk memanggil orang buat shalat. Ia berkata : Maukah aku unjukkan kepadamu cara yang, lebih baik dari itu ? Saya jawab : Mau ! ia berkuta : Sebutlah : Allahu Akbar. Allahu Akbar .........!

Boleh jadi nanti ada orang berkata, bahwa pukul tokok atau beduk itu ada lebih terdengar kepada orang yang mau shalat.

Kita jawab, di negeri-negeri yang tidak pakai pukul beduk atau lainnya itu ada lebih banyak orang shalat daripada negeri-negeri yang pakai dia.                                                                    

H.M.A.

2. Aurat Perempuan

S O A L :     Apa hukum seorang perempuan yang mau beranak diurus oleh seorang dukun atau dokter laki-laki yang bukan mahramnya,sedang perempuan itu sudah bertelanjang buat dihadapi oleh dukun atau oleh dokter itu ?

J  A  W  A  B :
Firman Allah Ta'ala :


 
Artinya : ......... khabarkanlah kepada perempuan-perernpuan Islam, bahwa hendaklah mereka merundukkan p a n d a n g a n mereka dan hendaklah mereka pelihara kehormatan mereka, dan janganlah mereka nampakkan badan mereka melainkan apa yang zhahir (saja).
(Q. An-Nur, 31)

Ayat itu menerangkan, bahwa perempuan-perempuan tidak boleh melihat kepada laki-laki, dan wajib mereka memelihara kehormatan diri mereka, dan tidak boleh mereka nampakkan badan mereka melainkan apa yang biasa kelihatan, yaitu : muka dan dua tangan sampai pergelangan tangan. Regitulah difaham oleh ahli-ahli tafsir, tambahan pula ada diriwayatkan sabda Rasulullah s.a.w. :


 
Artinva : Bahwa  (anak) perernpuan, apabila cukup urnurnya maka tidak boleh dilihat akan dia, melainkan mukanya dan dua tangannya sampai pergelangan.
(H.R. Abu Dawud)

Hadiets itu sungguhpun lemah, tetapi dipakai disini untuk menerangkan batas yang tidak terang dari ayat Qur'an itu.

Dan lagi sabda Nabi s.a.w. :


 
Artinya : Tidak boleh laki-laki melihat kepada aurat laki-laki, dan tidak boleh perempuan (melihat) aurut pererrrpuan.
(H.S.R. Muslim)

Dengan keterangan-keterangan itu, dapatlah kita pastikan, bahwa 'aurat perempuan itu bukan saja tak boleh dilihat oleh laki-laki lain, tetapi perempuan dengan perempuan juga tidak boleh, sebagaimana antara laki-laki dengan laki-laki juga terlarang.
Dari larangan itu dikecualikan waktu terpaksa, karena firman Allah :


 
Artinya : Barangsiapa terpaksa (tetapi) tidak (ia) sengaja mau dan tidak (ia) melebihi batas, maka tidak ada dosa atasnya.
(Q. Al-Baqarah, 173)

Sekarang perlu kita lihat keadaan perempuan yang mau beranak, dan perlu diatur dukun-dukun dengan tertib :
  1. Perempuan itu patut diurus oleh lakinya sendiri, karena antara laki-isteri boleh dibilang tidak ada 'aurat.
  2. Kalau lakinya bukan dukun, boleh dicari seorang dukun perempuan. Aurat siperempuan itu tidak boleh dibuka oleh dukun perempuan kalau tidak perlu.
  3. Kalau tidak ada dukun perempuan, atau ada dukun perempuan, tetapi sudah tidak sanggup lagi urus, maka bolehlah dipakai dukun laki-laki. 'Aurat perempuan itu tidak boleh dibuka oleh dukun itu, melainkan dimana perlu dan sekedar perlu saja.
A.H.


Selasa, 02 Juli 2013

1. AURAT LAKI-LAKI


S O A L :
‘Ulama sudah membatas, bahwa ‘aurat orang laki-laki itu antara pusat dan lutut. Di zaman kita ini, ada banyak pad¬vinder 1 memakai seluar 2 diatas lutut.
Bolehkah yang demikian itu ?

J A W A B :
‘Ulama yang menetapkan ‘aurat seperti yang tersebut itu, beralasan dengan beberapa hadiets :

Artinya : langan engkau nampakkan pahamu, dan jangan engkau lihat paha orang hidup atau orang mati.
(H.R. Ibnu Majah)

dan sabdanya :
Artinya : Hai Ma’mar ! Tutuplah dua pahamu, karena dua
paha itu ‘aurat.
(H.R. Ahmad)

Dan ada beberapa lagi Hadiets yang sama ma’nanya dengan dua Hadiets itu, tetapi sekalian Hadiets yang menyuruh tutup paha itu, lemah.
Sebaliknya ada pula beberapa Hadiets shahih yang menerangkan Nabi pernah buka pahanya dan lututnya.

Artinya : Telah berkata Anas, bahwasanya pada hari perang Khaibar, Rasulullah s.a.w. pernah membuka pahanya hingga aku lihat putih pahanya.
(H.S.R. Ahmad dan Bukhari),
dan diriwayatkan :
Artinya : Telah berkala Abu Darda : „Saya pernah duduk bersama Nabi s.a.w. tiba-tiba datang Abu Bakar dengan mengangkat sarungnya hingga kelihatan lututnya”.
(H.S.R. Ahmad dan Bukhari)

Selain dua Hadiets yang shahih itu, ada beberapa lagi Hadiets lemah dan shahih yang menunjukkan, bahwa Nabi ada pernah membuka lututnya dan pahanya dihadapan shahabat-shahabatnya.
Menurut keterangan-keterangan yang tersebut di atas itu, tak dapatlah kita mewajibkan orang mesti berkain, bersarung atau berseluar hingga menutup lutut, tetapi kita tidak ingkar, hahwa sebaik-baiknya ialah tutup lutut.

Perhatian:
‘Ulama yang mewajibkan tutup lutut itu mesti memberi dua keterangan :
1). Wajib menunjukkan Hadiets yang shahih tentang wajibnya tutup lutut.
2). Wajib menunjukkan cacatnya dua Hadiets yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Bukhari yang tersebut di atas tadi.

A.H.

Soal jawab 1 :85-86 cet XI Diponegoro